SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA JEPANG

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA JEPANG

A.  Latar Belakang
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia mencakup fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, baik formal maupun nonformal yang dikaji melalui pendekatan metode. Oleh sebab itu, pada setiap disiplin ilmu jelas membutuhkan pendekatan metode yang bisa memberikan motivasi dan memfungsikan semua kemampuan kejiwaan yang material, naluriah, dengan ditunjang kemampuan jasmaniah, sehingga benar-benar akan mendapatkan apa yang telah diharapkan.
Kekuasaan Jepang di Indonesia membuat Pemerintah Jepang berbuat semena-mena dalam menentukan kebijakan-kebijakan. Pada awalnya Jepang menampakkan dirinya sebagai pemerintahan yang baik dan memihak kepada bangsa Islam termasuk memihak kepada umat Islam. Akan tetapi pada akhirnya kebijakan-kebijakan yag dibuat Jepang sebenarnya dilakukan untuk mengambil keuntungan-keuntunganya sendiri.
Dengan kebijakan yang dibuat tentara Jepang yang pada akhirnya merugikan Indonesia, umat Islam pun tak tinggal diam dan melakukan perlawanan terhadap Jepang. Meskipun demikian Jepang juga mempunyai pengaruh penting terhadap berkembangnya pendidikan di Indonesia.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pendidikan di masa penjajahan Jepang ?
2.    Bagaimana kebijakan Jepang terhadap agama Islam di Indonesia?
3.    Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa pemerintah Jepang di Indonesia?
C.  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pendidikan di masa penjajahan Jepang.
2.      Untuk mengetahui kebijakan Jepang terhadap agama Islam di Indonesia.
3.      Untuk memaparkan perkembangan pendidikan pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pendidikan Pada Masa Jepang
Kehadiran Jepang di Indonesia terhitung singkat, yakni hanya 3,5 tahun. Namun Jepang dalam waktu singkat telah memberikan pengaruh pendidikan islam, sebagai berikut:
1.    Umat Islam merasa lebih leluasa dalam mengembangkan pendidikannya, karena berbagai undang-undang dan peraturan yang dibuat pemerintah Belanda yang sangat diskriminatif dan membatasi itu sudah tidak diberlakukan lagi. Umat Islam pada zaman kolonial Jepang memperoleh peluang yang memungkinkan dapat berkiprah lebih leluasa dalam bidang pendidikan.
2.    Bahwa sistem pendidikan Islam yang terdapat pada zaman Jepang pada dasarnya masih sama dengan sistem pendidikan Islam pada zaman Belanda, yakni disamping sistem pendidikan pesantren yang didirikan kaum ulama tradisional, juga terdapat sistem pendidikan klasikal sebagaimana yang terlihat pada masdrasah, yaitu sistem pendidikan Belanda yang muatannya terdapat pelajaran Agama.
Didorong semangat untuk mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana membentuk Asia Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan Filiphina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah kepemimpinan Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai negara sekitarnya tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama Asia Raya) dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun menargetkan Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan Pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain: (1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda; (2) Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.[1]
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1.   Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko/Sekolah Rakyat)
Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
2.   Pendidikan Lanjutan
Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3.   Pendidikan Kejuruan
Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
4.   Pendidikan Tinggi
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:
1.    Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu
2.   Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang.
3.   Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang.
4.   Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis.
5.   Olaharaga dan nyanyian Jepang.
Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini:
1.    Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi.
2.    Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi.
3.    Setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya.
4.    Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang.
5.    Melakukan latihan-latihan fisik dan militer.
6.    Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan, bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.
Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa asing kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran.
Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya.

B.       Perkembangan Pendidikan Pada Masa Penjajahan Jepang Di Indonesia
Setelah Belanda pergi dari Indonesia maka muncul pergerakan Jepang. Jepang memberikan toleransi yang banyak terhadap pendidikan Islam di Indonesia, kesetaraan pendidikan penduduk pribumi, sama dengan penduduk atau anak-anak penguasa, bahkan Jepang banyak mengajarkan ilmu-ilmu bela diri kepada pemuda Indonesia.[2]
Pada masa penjajahan Jepang banyak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran serta pendirian tempat-tempat ibadah. Lembaga-lembaga pendidikan dapat dikembangkan dan anak-anak dan penduduk pribumi diperbolehkan untuk belajar agama dan mengaji. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan Islam untuk berkembang.
1.    Madrasah
Awal pendudukan Jepang, madrasah berkembang dengan cepat terutama dari segi kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya para kyai yang membangun pesantren salah satunya Madrasah Awaliyah yang ada di Sumatra.
            Madrasah Awaliyah
   Pada masa pendudukan Jepang, pembangunan Madrasah Awaliyah sangat diperhebat, di bawah pimpinan Majlis Islam Tinggi. Hampir di seluruh kampung/desa ada Madrasah Awaliyah yang dikunjungi oleh beratus-ratus anak laki-laki dan perempuan, sehingga dapat dikatakan, bahwa anak-anak yang berumur 7 tahun semuanya memasuki Madrasah Awaliyah itu. Madrasah Awaliyah diadakan setiap sore tiap-tiap hari ± 1½ jam lamanya. Pelajarannya ialah belajar membaca Al-Qur’an ibadah, akhlak, dan keimanan sebagai latihan pelajaran agama yang dilakukan di sekolah rakyat pagi hari.
Majlis Islam Tinggi menunjuk Mahmud Yunus sebagai kepala pendidikan. Selain itu pendidikan Islam untuk masyarakat berupa tablig dan khutbah dilancarkan dengan sehebat-hebatnya, sehingga waktu itu lahirlah satu umat Islam di bawah pimpinan Majlis Islam Tinggi di Minangkabau.[3]
2.    Pendidikan agama di sekolah
Sekolah negeri diisi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini memberi kesempatan pada guru agama Islam untuk mengisinya dengan ajaran agama, dan di dalam pendidikan agama tersebut juga di masukan ajaran tentang jihad melawan penjajah.
3.    Perguruan Tinggi Islam
Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Muzakkar, dan Bung Hatta. Walaupun Jepang berusaha mendekati umat Islam dengan memberikan kebebasan dalam beragama dan dalam mengembangkan pendidikan namun para ulama tidak akan tunduk kepada pemerintahan Jepang, apabila mereka menggangu akidah umat hal ini kita dapat saksikan bagaimana masa Jepang ini perjuangan KH. Hasyim Asy’ari beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yang memerintahkan untuk melakukan seikere (menghormati kaisar Jepang yang dianggap keturunan dewa matahari). Akibat sikap tersebut beliau ditangkap dan dipenjarakan oleh Jepang selama 8 bulan.
Dapat disimpulkan meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-muridnya sekolah setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris-berbaris, kerja bakti (romusha), bernyayi dan sebagainya. Yang beruntung adalah madrasah-madrasah yang ada di dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengwasan langsung pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan secara wajar.[4]

C.      Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam Di Indonesia
Walaupun kondisi pendidikan Jepang sedemikian parahnya, namun bagi agama Islam ada sedikit nilai positifnya pada masa awal masuknya Jepang ke Indonesia, umat Islam penuh harapan bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat terwujud, dengan masuknya Jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda. Sebagai umat Islam, bangsa Indonesia yang selama ini merasakan adanya diskriminasi dalam soal kehidupan beragama, dengan masuknya Jepang ke Indonesia akan berakhir. Karena itu, Jepang selalu mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan menghargai Islam. Di depan ulama, Letnan Jendral Imamura, pejabat militer Jepang tertinggi di Jawa menyampaikan pidato yang isinya bahwa pihak Jepang bertujuan untuk melindungi dan menghormati Islam.[5]
Pemerintah Jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan Islam, yang merupakan siasat untuk kepentingan dunia dua. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh beberapa kebijakan, diantaranya ialah:
1.    Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor Islamistiche zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah oleh Jepang  menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
2.    Para ulama Islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA).
3.    Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasrayarakatan. Namun pada bulan Oktober 1943 MIAI di bubarkan dan diganti dengan Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI). Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pemerintah Jepang.
4.    Jepang memberikan kesadaran kepada elite politik Islam untuk mengambil peran dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia dengan mendirikan Badan Penyelidik usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) serta Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Melalui wadah tersebut, bangsa Indonesia yakin bahwa Jepang datang ke Indonesia bukan untuk menjajah, melainkan untuk membantu bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan yang sesungguhnya.
5.    Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
6.    Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk memberikan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin.
7.    Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.[6]
Dengan mengemukakan berbagai kebijakan, Jepang selain telah memberikan kenangan manis, juga telah memberikan pencerahan dan penyadaran kepada umat Islam untuk memperjuangkan hak-hak politik dan hak-hak sosialnya. Dengan berbagai kebijakan tersebut benar-benar telah berhasil menerapkan sebuah strategi yang tepat untuk merangkul dan meminta dukungan bangsa Indonesia.
Namun demikian, keadaan tersebut ternyata hanya sebuah taktik dan tipuan belaka. Jepang mulai menunjukkan sifat penjajah dan fasisnya kepada bangsa Indonesia. Sebagai akibat kekalahan bertubi-tubi dalam peperangan dengan tentara sekutu, Jepang amat membutuhkan dukungan sumber daya manusia dan logistik untuk keperluan perangnya. Jepang mulai menuntut rakyat Indonesia menyatakan kepatuhan kepada pemerintah Jepang antara lain dengan menghormati kaisar Jepang, dengan menyembah matahari sebagai lambang Kaisar Jepang.























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.         Umat Islam merasa lebih leluasa dalam mengembangkan pendidikannya, karena berbagai undang-undang dan peraturan yang dibuat pemerintah Belanda yang sangat diskriminatif dan membatasi itu sudah tidak diberlakukan lagi. Umat Islam pada zaman kolonial Jepang memperoleh peluang yang memungkinkan dapat berkiprah lebih leluasa dalam bidang pendidikan.
2.         Bahwa sistem pendidikan Islam yang terdapat pada zaman Jepang pada dasarnya masih sama dengan sistem pendidikan Islam pada zaman Belanda, yakni disamping sistem pendidikan pesantren yang didirikan kaum ulama tradisional, juga terdapat sistem pendidikan klasikal sebagaimana yang terlihat pada masdrasah, yaitu sistem pendidikan Belanda yang muatannya terdapat pelajaran Agama.
3.         Perkembangan pendidkan Indonesia pada masa Jepang mendirikan Madrasah, Pendidikan Agama di Sekolah, dan Perguruan Tinggi Islam.
4.         Kebijakkan Jepang terhadap Agama di Indonesia :
a.       Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor Islamistiche zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah oleh Jepang  menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
b.      Para ulama Islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA).
c.       Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
d.      Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk memberikan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin.



DAFTAR PUSTAKA

Engku, Iskandar. 2014. Sejarah Pendidkan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nizar,. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Yunus, Mahmud. 1995. Sejarah Pendidikan Isam Di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Zuhairini. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara.




[2]Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 87-88.
[3]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Isam Di Indonesia, Cet. 4 (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), hlm. 122-123.
[4]Iskandar Engku, Sejarah Pendidkan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 45.
[5]Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 342.
[6]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 2011), hlm. 151.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP DASAR ETIKA PROFESI KEGURUAN

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) FILSAFAT ILMU

UAS KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM